Istilah-istilah Politik Prof. M. Mas'ud Said
Dalam pidato maupun tulisan-tulisannya, Prof M. Mas'ud Said sering menggunakan beberapa istilah-istilah sosial politik umumnya dapat dianggap lucu dan aneh. Berikut akan dijelaskan beberapa istilah yang sering digunakan Prof Mas'ud beserta makna masing-masing istilah.
1. Fenomena DOA dan ATM Pemilu
Dalam pelaksanaan Pilkada, Pilleg dan Pilpres, banyak pertanyaan dari wartawan yang muncul kepada Prof. M. Mas’ud Saidsebagai pengamat politik:”Apa saja faktor yang bisa mempengaruhi kemenangan seorang Caleg untuk bisa meraih suara sebanyak banyaknya?”
Prof. M. Mas’ud Said menggambarkan bahwa yang paling berpengaruh dalam pemenangan Pilpres adalah DOA (D=Duit, O=Orang orang di lapangan dan A= Alat peraga) Siapa yang banyak DOAnya dia bisah meraih kemenangan dan sebaliknya. Siapa yang tak memiliki DOA biasanya kalah.
Sementara, ATM (A=Alat peraga kampanye. T= Teknologi yaitu penggunaan IT, TV, Iklan di koran dan M=Manusia sang calon) juga akan sangat berpengaruh. Calon harus punya ATM yang tebal, karena ATM berperan dalam pencarian suara dan pembangunan citra positif orang yang mencalonkan diri. Begitulah formula strategi yang dapat memenangkan pilkada, pileg dan pilpres. Namun semua itu kembali kepada individunya lagi, baik orang yang mencalonkan diri maupun orang yang akan memilih calonnya, setiap orang memiliki hak dan kebebasan untuk memilih dalam suatu pemilihan.
1. Fenomena DOA dan ATM Pemilu
Dalam pelaksanaan Pilkada, Pilleg dan Pilpres, banyak pertanyaan dari wartawan yang muncul kepada Prof. M. Mas’ud Saidsebagai pengamat politik:”Apa saja faktor yang bisa mempengaruhi kemenangan seorang Caleg untuk bisa meraih suara sebanyak banyaknya?”
Prof. M. Mas’ud Said menggambarkan bahwa yang paling berpengaruh dalam pemenangan Pilpres adalah DOA (D=Duit, O=Orang orang di lapangan dan A= Alat peraga) Siapa yang banyak DOAnya dia bisah meraih kemenangan dan sebaliknya. Siapa yang tak memiliki DOA biasanya kalah.
Sementara, ATM (A=Alat peraga kampanye. T= Teknologi yaitu penggunaan IT, TV, Iklan di koran dan M=Manusia sang calon) juga akan sangat berpengaruh. Calon harus punya ATM yang tebal, karena ATM berperan dalam pencarian suara dan pembangunan citra positif orang yang mencalonkan diri. Begitulah formula strategi yang dapat memenangkan pilkada, pileg dan pilpres. Namun semua itu kembali kepada individunya lagi, baik orang yang mencalonkan diri maupun orang yang akan memilih calonnya, setiap orang memiliki hak dan kebebasan untuk memilih dalam suatu pemilihan.
2. Gejala Pseudo - Actor di Pilkada
Ketika gelombang pertama Pilkada di Indonesia dilaksanakan, terjadi banyak kejutan. Salah satu pertanyaan media yang terlontar kepada Mas’ud Said adalah
Ketika gelombang pertama Pilkada di Indonesia dilaksanakan, terjadi banyak kejutan. Salah satu pertanyaan media yang terlontar kepada Mas’ud Said adalah
- ”Mengapa banyak tokoh politik terkenal dikalahkan oleh orang baru?"
- "Mengapa banyak tokoh baru dan belum lama bermain di arena politik bisa dengan mulus memenangkan Pilkada?"
3. Pasangan Politik Sebelas Jari
Istilah ini menjelaskan betapa penting arti "keseimbangan" pasangan calon. Maksudnya ialah mereka haru sama sama menyangkul suara pada basis dan wilayah yang berbeda. Prof Mas’ud meyakini bahwa antara calon Walikota dan Wakil Walikota, Cabub dan Cawabub, Calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur, juga antara Calon Presiden dan Wakil Presiden harus sama sama memiliki basis dan daya tarik yang kuat.
Contoh, calon Gubernur orang kuat : punya DOA dan ATM tebal, dikenal di basis A, B, C sedangkan calon Wabubnya, tidak memiliki basis, DOA nya kurang serta ATMnya tipis. Ketika mereka sama sama bekerja maka perolehan suara bisa merupakan hasil gabungan dari telapak tangan kanan dengan telapak tangan kiri. Pasangan itu bisa dikalahkan oleh pasangan lain yang memiliki komposisi jari telunjuk di tangan kanan dan jari telunjuk di tangan kiri yang sama baik. Kesimpulannya: Antara calon dan wakilnya harus sama-sama menyangkul suara, tak perlu harus satu basis, kurang baik kalau dari satu daerah dan wilayah. Teori ini disebut sebagai teori sebelas jari.
Istilah ini menjelaskan betapa penting arti "keseimbangan" pasangan calon. Maksudnya ialah mereka haru sama sama menyangkul suara pada basis dan wilayah yang berbeda. Prof Mas’ud meyakini bahwa antara calon Walikota dan Wakil Walikota, Cabub dan Cawabub, Calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur, juga antara Calon Presiden dan Wakil Presiden harus sama sama memiliki basis dan daya tarik yang kuat.
Contoh, calon Gubernur orang kuat : punya DOA dan ATM tebal, dikenal di basis A, B, C sedangkan calon Wabubnya, tidak memiliki basis, DOA nya kurang serta ATMnya tipis. Ketika mereka sama sama bekerja maka perolehan suara bisa merupakan hasil gabungan dari telapak tangan kanan dengan telapak tangan kiri. Pasangan itu bisa dikalahkan oleh pasangan lain yang memiliki komposisi jari telunjuk di tangan kanan dan jari telunjuk di tangan kiri yang sama baik. Kesimpulannya: Antara calon dan wakilnya harus sama-sama menyangkul suara, tak perlu harus satu basis, kurang baik kalau dari satu daerah dan wilayah. Teori ini disebut sebagai teori sebelas jari.
4. Otonomi Daerah Kepala Angsa
Setelah bertahun tahun meneliti pelaksanaan otonomi daerah di beberapa kabupaten dan kota di wilayah propinsi Jawa Timur dan Propinsi Nusa Tenggara Barat banyak pertanyaan yang mucul yang harus Prof Mas’ud jawab dengan simple. Maka dengan menggunakan metafora bahwa struktur birokrasi pemerintahan Indonesia seperti angsa yang badannya besar, kakinya cukup kecil, lehernya panjang dan kepalanya suka bergerak cepat, maka Prof Mas’ud manggambarkan otonomi daerah di Indonesia sebagai Otoda Kepala Angsa. Badannya lambat bergerak, langkah kakinya cukup pendek terbatas, sedangkan kepala atau pimpinannnya bergerak kesana kemari secara cepat. Begitulah ia menggambarkan otonomi daerah kita saat ini dimana pada tingkat atas dan tingkat pusat rencana dan peraturan berubah dan berganti dengan sangat cepat, sedangkan di bawah segala sesuatu berjalan sangat lambat, tidak heran jika masih banyak daerah yang pembangunannya tidak merata di negara ini.
Setelah bertahun tahun meneliti pelaksanaan otonomi daerah di beberapa kabupaten dan kota di wilayah propinsi Jawa Timur dan Propinsi Nusa Tenggara Barat banyak pertanyaan yang mucul yang harus Prof Mas’ud jawab dengan simple. Maka dengan menggunakan metafora bahwa struktur birokrasi pemerintahan Indonesia seperti angsa yang badannya besar, kakinya cukup kecil, lehernya panjang dan kepalanya suka bergerak cepat, maka Prof Mas’ud manggambarkan otonomi daerah di Indonesia sebagai Otoda Kepala Angsa. Badannya lambat bergerak, langkah kakinya cukup pendek terbatas, sedangkan kepala atau pimpinannnya bergerak kesana kemari secara cepat. Begitulah ia menggambarkan otonomi daerah kita saat ini dimana pada tingkat atas dan tingkat pusat rencana dan peraturan berubah dan berganti dengan sangat cepat, sedangkan di bawah segala sesuatu berjalan sangat lambat, tidak heran jika masih banyak daerah yang pembangunannya tidak merata di negara ini.